- Back to Home »
- Agama Hindu »
- Mapodgala, Madiksa
Posted by : Unknown
Jumat, 28 Oktober 2011
MAPODGALA, MADIKSA
I. Pengertian
Mediksa adalah suatu upacara penerimaan menjadi murid dalam hal kesucian, dari kata diksa muncullah kata diksita yang artinya diterima menjadi murid dalam hal kesucian
Mapodgala juga disebut madwi jati, masucian, mabersih, mapeningan, melinggih, nuwun pada, masuru dayu, madiksa, matapak. Yaitu suatu upacara penyucian diri untuk mencapai “Dwi Jati”.
Yang perlu disiapkan :
II. Tujuan Madiksa.
Mempunyai tujuan mulia yaitu meningkatkan kesucian diri guna mencapai kesempurnaan menjadi manusia yaitu lahir dan batin. Untuk dapat menjaga kesucian dirinya , maka beliau berkewajiban agar setiap hari menyucikan diri dengan cara melakukan Puja Parikrama ,tapa, Brata, yoga dan semadhi serta memegang teguh sesana kawikon.
III. Ketentuan Madiksa
a. Nabe adalah guru suci dari sang Diksita, Nabe sering juga disebut Sasuhunan dari Sang Diksita.
Didalam Keputusan Seminar Kesatuan tafsir terhadap Aspek-aspek Agama Hindu yang ke 14 tahun 1986/1987 tentang pedoman Diksa , telah dirumuskan bahwa syarat-syarat Nabe adalah :
1. Seseorang selalu dalam bersih dan sehat, baik lahir maupun batin;
2. Mampu melepaskan diri dari ikatan keduniawian;
3. Tenang dan bijaksana
4. Selalu berpedoman kepada kitab suci Weda;
5. Paham dan mengerti tentang catur Weda
6. Mampu membaca Sruti dan Smerti;
7. Teguh melaksanakan Dharma-sadhana (Sering berbuat amal jasa dan kebajikan)
8. Teguh melaksanakan tapa dan brata.
b. Syarat-syarat Madiksa
1. Laki-laki yang sudah kawin dan yang nyukla brahmacari.
2.Wanita yang sudah kawin dan yang tidak kawin (Kanya)
3.Pasangan suami istri
4.Umur minimal 40 tahun
5.Paham dalam Bahasa kawi , sanskerta, memiliki pengetahuan umum , pendalaman inti sari ajaran-ajaran agama
6. Sehat lahir baatin dan berbudi luhur sesuai dengan sesana
7. Berkelakuan baik , tidak pernah tersangkut perkara pidana
8. Mendapatkan tanda kesediaan dari pendeta calon nabenya yang akan menyucikan
9. Sebaiknya tidak terikat akan pekerjaan sebagai pegawai negei ataupun swasta kecuali bertugas untuk hal keagamaan.
A. Ngewangun Sanggar Tawang rong tiga menghadap ke Barat.
Dengan Upakara :
- Di tengah : Munggah daksina 7, yang 4 bras nyatur berisi kain putih sama-sama makuwub, buah pancapala, dengan pangi-tingkih 1, daksina 3, suci mentah 2, guru 1 dengan pancapala dan pangi, tingkih 1, rantasan petak, sekah dewa, canang gantal, canang ginten, lenga wangi, catur sarwa mentah.
- Di Ibu dengen, di Sanggar Tawang Tengen, munggah genep pade 1, juga berisi panca pala, dengan pangi, tingkih, canang, sekah dewa, semua berisi lingga, sampai yang tengah. Munggah suci soroh 4 sama-sama mentah.
- Soring Sanggar Penguryagan
Pras sorohan, gelar sangha, itik hidup 9 ekor, peras, ayaban, suci mentah asoroh.
- Katur kepada Sang Amiyos
Peras, banten pemereman atau suci.
B. Ngewangun Guru Krama, menghadap ke Selatan
Yang di tengah paling tinggi, sedangkan yang disamping kanan, kiri lebih rendah, menyatur bisa, terpisah juga bisa.
Upakarania :
- Beras nyatur, daksina genap seperti upakara yang didepan, sama-sama satu sampai canang gantal, canang tubunga, daksina berisi sekah dewa, kasa sama-sama mkuwub, catur matah genep seperti tadi.
Lagi : tape putih, dengan daun tingkih, tape merah memakai daun jati, tape kuning memakai daun cempaka kuning, yang hitam memakai daun sandat.
Di Sanggar Tawang berisi “Puweran” kepala kambing maudeng kain hitam masekar cempaka emas, beralaskan jembung, ditempatkan pada tempeh berisi beras, benang, base tampel, majinah 200 keteng. Bale gading beratapkan bunga berisi bungkak kelapa gading pesucian atau ukupan.
Banten upakara mapinthon :
Ayaban, jauman berisi beras awakul majinah 200 keteng, ayam, itik hidup sebutir kelapa di depan sang amuji.
Upacara lainnya yang harus disiapkan :
1. Dihadapan Guru saksi
2. Upakara pengaskaran, dihadapan Sang Adhiguru/Nabe.
3. Upakara mapinthon katur kepada Sang Adhiguru.
4. Upakara amati raga dipaturon
5. Upakara pejati katur kepada Bhatara Kawitan.
6. Upakara pakideh di tempat upacara dilaksanakan manut kadi pralagi.
1. UPACARA PENDAHULUAN
1.1 Melengkapi surat-surat administarsi yang ditujukan kepada Parisadha Kabupaten, dan ditembuskan kepada yang ada hubungannya dengan Padiksan tersebut (yang relevan).
1.2 Diksa Pariksa : oleh Parisadha Kabupaten yang dihadiri oleh Parisadha Kecamatan, Sang Diksitha, Calon Nabe, Keluarga, Bendesa Adat, Sisia, Undangan lainnya.
1.3 Mapiuning ke Pura-pura
Pura Kawitan
Pura Kahyangan Tiga
Pura Dhang Kahyangan
Pura Sad Kahyangan
Pura Kahyangan Jagat
Pura Penataran Besakih
1.4 Matur piuning kepada Calon Nabe
1.5 Calon Diksitha memedek kehadapan calon nabe saha upakara-bebanten pejati dan peras, atos.
1.6 Mempertegas matur kepada calon nabe tentang akan dilaksanakannya pediksaan tersebut.
1.7 Sembah pamitan keluarga
Sebelum pediksaan dilaksanakan, wajib melaksanakan sembah kepada orang tuanya yang masih hidup dan kepada keluarganya yang patut disembah, dan memohon restu untuk keselamatan pada saat dan sesudah mediksa. Sang Diksitha juga minta restu kepada keluarganya yang umurnya lebih kecil. Sembah pamitan kepada orang tua dan kepada keluarga yang patut disembah adalah merupakan sembah terakhir, karena setelah Sang Diksitha menjadi wiku tidak boleh menyembah orang msih walaka (pegat sembah).
1.8 Nuwur Nabe
Calon Nabe katuwur ke tempat upacara pediksaan, nuwur nabe dengan banten pemendak, kairingan antuk upacara padiksan.
2. MAPINTHON
Bertempat di merajan Sang Diksitha, dilaksanakan sehari sebelum pediksaan. Pada saat Mapinton, Nabe mapuja di merajan Sang Diksitha. Sang Diksitha pada sat mapinton, mesalin wastra, wewedihan mewastra petak, yang lanang rambutnya maprucut (jatama-kutha) dan yang istri rambutnya magelung-lingga.
a) Didahului dengan mabiyakala
b) Ngabakti :
- Ngabakti Puyung
- Kepada Bhatara Siwa Raditya
- Bhatara Guru Krama, Bunga
- Bhatara Prajapati, Kwangen
- Bhatara Guru Krama, Kwangen
- Puyung
c) Sang Diksitha amedek Nabe untuk mejaya-jaya, oleh Nabe dan untuk menerima pwisik.
d) Menerima Pawisik dari Nabe
e) Ngayab Banten
3. UPACARA AMATI RAGA
Upacara Amati Raga juga disebut Upacara Penyekeban. Sang Diksitha sehari penuh melaksanakan : Mona bharata, Uphawassa, yang diberi petunjuk dan tuntunan oleh Guru Saksi.
4. MASIRAM
Sekitar jam 05.00 pagi, calon diksitha masiram yang dipimpin oleh Guru Saksi dengan toya siram yang dibuat oleh Nabe. Sang Diksitha lanang dimandikan oleh wiku lanang, dan yang istri dimandikan oleh wiku istri dan dibantu oleh keluarga. Sang Diksitha memakai wastra petelasan, memakai rurub, kain putih dengan sikap tangan amusti anggrana sika. Dalam tata cara masiram ada 2 (dua) cara yaitu :
a. Ada cara dengan sikap orang mati
Sang diksitha ditutupi rurub kain putih dan digotong ke tempat masiram, seperti memandikan orang mati.
b. Cara yang kedua, Sang Diksitha tidak dimandikan seperti orang mati, ke tempat masiram dengan dituntun, tidak memakai rurub kain putih, tetapi hanya memakai wastra patelasan saja.
Setelah selesai masiram, Sang Diksitha rambutnya dihias sebagai sang wiku, yang lanang maprucut (jathama kutha) dan yang istri rambutnya magelung lingga. Mawastra wewedihan/wastra petak, sabuk bulang, papetet, dodat, kampuh putih akuwub santog-papetet untuk kampuh, sampet-kekasang.
5. UPACARA PUNCAK
Pagi-pagi Sang Adhiguru atau Nabe sudah mapuja, Sang Diksitha katuntun oleh Sang Guru Sksi duduk di natar Merajan menghadap ke Timur didampingi oleh Guru Saksi dan diadakan mabiyakala.
1. Mabiya kala
Sebelum muspa dilaksanakan pabiyakalaan yang dilaksanakan oleh guru saksi sampai selesai.
2. Muspa dituntun oleh Nabe
2.1 Muspa Puyung
2.2 Bhatara Siwa Raditya
2.3 Bhatara Catur
2.4 Bhatara Iswara
2.5 Bhatara Wisnu
2.6 Bhatara Brahma
2.7 Bhatara Ardha Nare Swari
Kwangen majinah 2 dan majinah 25
2.8 Nembah Mareing Dhang Guru (Nabe) menghadap ke Barat
2.9 Nekel
3. Umedek kepada Sang Adhi Guru
Sang Adhi guru keabih Sang Guru Saksi dan wiku yang lain pada saat dilaksanakan Padwijatian (Metapak).
E. UPACARA PENGUNTAT
a. Ngaturang jauman kepada Nabe
Setelah 3 (tiga) hawi, wiku, sisia umedek kepada Nabe, ngaturang jauman. Pada saat itu Nabe micayang “Puja Anugraha Patra” atau Puja Stawa yang lain atau pateket-pateket kepada wiku sisia. Tuntunan mapuja/ngelinggihang dituntun oleh guru waktra, selaku wakil dari Nabe.
b. Ngajar-ajar atau nyegara gunung
Upacara nyegara gunung dilaksanakan di segara dan di Pura Sad Kahyangan atau di Pura Kawitan atau di Pura Sad Kahyangan yang Pura tersebut terletak di pantai seperti Gowa Lawah, Ulu Watu dan Pura Pulaki.
c. Ngelinggih Wedha
Setelah wiku sisia dapat mapuja Angargha Patra, wiku sisia nunas kepada Nabe supaya kalugrahin ngelinggihang wedha. Ngalinggihang katuntun oleh Guru Waktra. Pada waktu ngalinggihang, Nabe diwakili oleh Guru Putra dan disaksikan oleh Parisadha, kantor Agama, Pemerintah, Bendesa Adat, keluarga dan sisia, wusan ngelinggihang wajib Ngeloka Pala Seraya.
d. Apulang Lingga
Agar dapat muput yadnya nyanggar tawang, harus mapulang lingga. Mapulang lingga atas panugrahan Guru/Nabe dituntun oleh Guru Waktra. Kalau dapat, Apulang Lingga bersamaan dengan Ngelinggihang. Pada saat Apulang Lingga disaksikan oleh Guru Putra.
e. Mathirta yatra
Setelah Ngalinggihang atau Apulang Lingga, wiku sisia harus matirtha yatra ke pura-pura Tirta.
( Upacara dan Upakara Manusa Yajnya Ida Pedanda Gede Ketut Keniten 2004)